eng
competition

Text Practice Mode

Secerca Harap untuk Jenni

created Jan 11th 2016, 04:22 by evianaisnnazannina


0


Rating

1270 words
1 completed
00:00
Jenni adalah seorang mahasiswi di salah satu sekolah tinggi Pocatello. Saat ini ia berusia 16 tahun. Seperti halnya remaja pada umumnya, Jenni menjalani kehidupannya dengan normal. baik itu canda, tawa, senang, susah dan gundah itu sudah biasa untuk remaja seusianya. Kedua orang tua Jenni telah bercerai. Jenni memang pernah merasa sedih dan kecewa karena hal itu. Namun, Jenni sadar, kedua orang tuanya bercerai memang mempunyai alasan yang kuat dan jika mereka terus bersama, itu akan membuat masalah bertambah, dan jalan satu- satunya adalah percaraian. Meskipun kedua orang tua Jenni bercerai, Jenni tetap memiliki orang tua yang Utuh. Pak Mike, ayah Jenni dan Ibu Diana tak membatasi anaknya untuk memilih tinggal dengan salah satu dari mereka. Sungguh bijaksana keputusan Jenni untuk berlaku adil, selama dua minggu Jenni tinggal bersama Pak Mike, dan dua minggu berikutnya ia tinggal bersama ibunya, Bu Diana dan adik- adiknya. Jarak rumah Pak Mike dan Bu Diana tak terlalu jauh, sehingga itu tak menyulitkan Jenni untuk berpindah- pindah dari rumah Pak Mike ke rumah Bu Diana.  
Memang, Jenni selalu berharap kedua orang tuanya dapat rujuk kembali. Namun, itu tidaklah mungkin. Itu hanyalah mimpi indah Jenni. Perceraian bukan lah akhir segalanya, orang tua Jenni memang sudah tidak ada ikatan suami isteri, tapi mereka mempunyai seorang anak yang perlu kasih sayah kedua orang tuanya. Jenni benar- benar menjadi penghubung bagi mereka berdua. Apalagi akhir- akhir ini setelah Dokter mendiagnosis Jenni menderita Kanker otak stadium tiga, Jenni harus keluar masuk Rumah Sakit, dan membutuhkan kedua orang tuanya untuk mendampinginya.  
Semua itu bermula saat Jenni tiba- tiba mengeluhkan rasa sakit pada kepalanya. Dan sakit itu bukan sakit kepala biasa. Jenni merasakan sakit yang amat sangat, sehingga ia tak bisa menahannya. Sang Ibu panik, dan menghubungi dokter keluarganya. Tak pernah di duga sebelumnya, Dokter menemukan massa kecil yang berukuran sekitar dua sentimeter di sisi kanan otak Jenni.  
Bu Diana merasa sangat khawatir dengan keadaan Jenni. Saat itu Jenni belum mengetahui apa-apa tentang seberapa parah sakit kepalanya. Yang Jenni tahu, dia hanya mengalami sakit kepala biasa. Esok harinya, bersama Pak Mike dan Bu Diana, Jenni diantar ke rumah sakit yang berada di Salt Lake City yang berjarak kurang lebih 150 km ke sebelah selatan dari Pocatello. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa massa yang kemarin berukuran dua sentimeter kini melebar lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Sementara itu,  Jenni dan kedua orang tuanya sedang menunggu hasil pemeriksaan di ruang tunggu rumah sakit tersebut dengan harap- harap cemas.
Beberapa waktu kemudian Dokter memanggil kedua orang tua Jenni untuk menemuinya di Ruangan dokter itu. Di kursi panjang itu, mereka duduk dan mulai membahas peluang Jenni untuk bertahan hidup. Hanya dengan pengobatan, Jenni bisa memiliki kesempatan tigapuluh persen atau sekitar dua tahun, untuk bertahan hidup. Dengan langkah gontai, mereka keluar dari ruangan itu, mereka tak berani menatap mata putrinya yang sejak tadi menunggu hasil pemeriksaannya.  
“Ayah, Ibu.  .  . apakah aku akan mati?” tanya Jenni dengan nada yang datar.
Pak Mike dengan sekuat tenaga, berusaha untuk menyembunyikan dukanya, Ia berusaha untuk tidak terlihat sedih di depan Anaknya itu. Ia menghela nafas, dan mulai menceritakan apa yang telah di dengar olehnya saat di ruang dokter itu. Sungguh, Pak Mike kagum akan sikap putrinya itu, tak terlihat sekalipun ekspresi wajah yang sedih atau atau bahkan pingsan karena mendengar hal itu. Dia seakan pasrah dengan hidupnya. Mulai saat itu Jenni mulai kemoterapi dan perawatan radiasi.  Jenni tahu, hidupnya tidak akan berlangsung lama. Ia ingin sekali berbagi kisahnya kepada semua orang. Dia mulai mengunggah videonya di situs Youtube, yang ia beri judul “Jenni’s Journey”.  
Dalam video yang Jenni unggah pada tanggal 20 November, Jenni mengatakan bahwa, pada suatu malam saat Jenni sedang berbaring di tempat tidur dan dia berfikir tentang segala sesuatu yang akan terjadi pada dirinya. Hal- hal yang ia pikirkan membuatnya bersedih, Iapun tak tahu apa yang akan terjadi kepadanya, Ia hanya bisa menangis. Di sisi lain, Bu Diana menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ini ia lakukan untuk menghindari air matanya yang tak terbendung lagi. “Apakah Anda tahu, bagaimana sulitnya menjadi seorang Ibu yang tahu bahwa anaknya sakit dan anda tahu, tidak ada satupun yang dapat anda lakukan”, tuturnya dalam video Jenni’s Journey itu. “Sepertinya ini semua sulit untukku, dan saya tidak mengetahui berapa lama semua ini akan berakhir, ingin rasanya saya pergi . . . saya rasa penghammbat untukku terlalu banyak,” Tambah Jenni.
Sekitar awal Mei, Jenni menghadiri acara di sekolahnya yaitu acara promnite. Jenni mengenakan gaun berwarna biru tua panjang, memakai mahkota di kepalanya. Sungguh malam itu Jenni terlihat sangat cantik. Ia melengkapi penampilannya dengan senyumnya yang indah, dan itu tak akan pernah terlupakan. Selesai bersiap- siap, datanglah Nathan Wittman, kekasih Jenni yang mengenakan kemeja hitam dan celana hitam. Jenni sudah menjalin hubungan dengan Nathan sejak beberapa minggu sebelum Jenni di diagnosis mengidap penyakit kanker otak tersebut.  Jenni dan Nathan berharap dan memimpikan jika suatu hari nanti mereka bisa membuka rumah makan atau kafe. Entah apa impian kedua remaja itu dapat terwujud. Hanya Tuhan yang Tahu.
Jenni tidak mau hanya berbaring di tempat tidur, dia memutuskan untuk bekerja paruh waktu di sebuah toko tato lokal. Pemilik Tato itu sudah menganggap Jenni seperti adik mereka sendiri. Jenni anak yang rajin dan pekerja keras, ia tak pernah mengeluh lelah atau apapun kepada pemilik toko. Tetapi, beberapa waktu kemudian, Jenni jarang sekali masuk kerja. Pada suatu pagi ia datang ke Toko tato itu. Tapi tiba- tiba perutnya terasa sakit, akhirnya ia muntah beberapa kali. Dia pun bersama Nathan pergi ke Unit Gawat Darurat untuk memeriksakan sakit perutnya itu, ia khawatir sakitnya itu berhubungan dengan kanker otaknya. Sungguh tak di duga sebelumnya, ternyata Jenni mengandung janin yang berusia 10 minggu. Jenni ingat, dia melakukan kesalahan fatal itu, karena sebelumnya dokter mengatakan kepada Jenni bahwa dia tak mungkin mempunyai anak. Karena radiasi dan kemoterapi pada dasarnya bisa membuat steril dan Jenni tak mungkin mempunyai anak. Itulah sebabnya Jenni dan Nathan melakukan kesalahan terbesar dalam hidup mereka.  
Hati Jenni sedih, tapi apa yang bisa Jenni perbuat semua itu telah terjadi. Ia menyesali segala perbuatannya. Ia telah mengecewakan keluarganya. Jenni hanya bisa menangis di dalam kamarnya. Semua keluarganya terjaga dari tidur mereka, karena tangisan Jenni semakin menjadi hingga terdengar di penjuru ruangan. Semua yang terbangun, mencari asal suara tangisan itu, kemudian mereka mendapati Jenni yang sedang menangis sambil memeluk boneka kesayangannya itu. Sang Ibu menenangkan Jenni. “Apa kau mimpi buruk, sayang?” tanya Ibu. Jenni menceritakan semuanya kepada keluarga Jenni. Esoknya dokter keluarga Jenni, datang setelah mendapat telepon dari Bu Diana. Ia memeriksa kandungan dan keadaan Jenni.  
“Ini tidak oleh dibiarkan,  Jenni harus mengugurkan kandungannya, kalau tidak, berarti ia harus berhenti melakukan perawatan. Itu akan mengancam jiwanya.” Kata Dokter itu kepada Pak Mike.
Mendengar hal itu Jenni tidak terima, dia yakin akan tetap mempertahankan bayinya, meskipun ia harus kehilangan nyawanya. Ia tak memperdulikan jiwanya lagi, yang ia inginkan agar bayinya selamat.  
Setelah sembilan bulan lamanya Jenni mengandung, akhirnya Jenni melahirkan seorang malaikat kecil yang diberi nama Chad Michael. Senyum Jenni terkembang saat ia dapat memeluk buah hatinya. Penderitaan  selama sembilan bulan yang ia rasakan tak membuatnya menyesal sedikitpun   semuanya telah terbayar lunas atas kelahiran buah hatinya bersama Nathan. Beberapa minggu terakhir sebelum ia melahirkan Chad, keadaannya sangat memburuk bahkan Jenni mulai kehilangan penglihatannya, karena kanker telah merusak jaringan otaknya dan menyebabkan penglihatannya terganggu. Beberapa jam setelah Jenni melahirkan Chad, Jenni tidak bisa bertahan lagi, tubuhnya kian melemah, dan akhirnya ia menghembuskan nafasnya. Chad kecil berada di samping  Jenni di saat terakhirnya. Berakhirlah sudah semua penderitaan Jenni, kini dia telah berpulang dengan damai di sisi Tuhan. Jenni tak perlu lagi kemoterapi, ia tak perlu obat- obatan, jarum- jarum suntik tak lagi menyakiti tubuhnya. Beberapa bulan kemudian, hakim menyatakan hak asuh si kecil Chad berada di tangan Nathan.

saving score / loading statistics ...