eng
competition

Text Practice Mode

Sehari hari

created Jul 15th, 11:52 by Syafiqur LP3I


1


Rating

391 words
6 completed
00:00
Rutinitas Pagi
 
Ava membuka mata saat cahaya lembut mulai merembes melalui jendela apartemennya. Ia meregangkan tubuh, menikmati kehangatan sinar matahari yang terasa lebih intens dari biasanya. "Penyesuaian orbit mingguan," pikirnya sambil tersenyum.
 
Ia melangkah ke dapur, menyentuh panel holografik untuk memesan sarapan. Dalam hitungan detik, sepiring roti panggang dengan selai berry Mars dan segelas jus jeruk Venus muncul di meja.
 
Sambil menikmati sarapannya, Ava mengecek jadwal hariannya. Hari ini ia harus menghadiri rapat komite di stasiun Dyson-7, membahas efisiensi terbaru dalam penangkapan energi matahari.
 
Selesai sarapan, Ava bersiap-siap. Ia mengenakan jumpsuit yang menyesuaikan suhu tubuhnya secara otomatis. Sebuah pin kecil di kerahnya berkedip, menandakan bahwa pelindung radiasi sudah aktif.
 
Ava melangkah ke balkon apartemennya. Pemandangan Bumi terhampar di bawah, bola biru kehijauan yang dikelilingi jejaring struktur megah yang menghubungkan berbagai satelit dan stasiun luar angkasa.
 
Ia menekan tombol di gelang tangannya, dan dalam sekejap, sebuah pod transportasi muncul di depannya. Ava masuk ke dalam pod yang langsung melesat melintasi jaringan tubeways yang mengelilingi planet.
 
Selama perjalanan, Ava memikirkan proyek barunya: mengoptimalkan aliran energi dari sabuk asteroid yang telah diubah menjadi panel surya raksasa. Tantangan teknis ini membuatnya bersemangat.
 
Pod Ava tiba di Dyson-7 tepat waktu. Stasiun ini adalah salah satu dari ribuan struktur yang membentuk Swarm Dyson parsial di sekitar matahari, mengumpulkan dan mendistribusikan energi ke seluruh sistem tata surya.
 
Saat melangkah keluar pod, Ava disambut oleh rekan-rekannya dari berbagai koloni. Ada Zara dari Titan, dengan kulitnya yang sedikit berkilau akibat adaptasi terhadap atmosfer metana. Lalu ada Kenji, yang baru kembali dari ekspedisi panjang ke bintang terdekat.
 
Mereka berjalan bersama menuju ruang rapat, membahas tantangan terbaru dalam pengelolaan energi. Ava tersenyum, merasa beruntung bisa menjadi bagian dari era keemasan eksplorasi manusia ini.
 
Saat rapat dimulai, pikiran Ava melayang sejenak. Ia teringat cerita neneknya tentang masa lalu, ketika manusia masih terkungkung di permukaan Bumi, berjuang dengan keterbatasan energi dan sumber daya. Betapa jauhnya peradaban telah berkembang sejak saat itu.
 
Dengan senyum kecil, Ava kembali fokus pada presentasi di depannya. Hari baru ini penuh dengan kemungkinan tak terbatas, dan ia tak sabar untuk menjelajahinya.
 
 
 
Roda yang Terus Berputar
 
Matahari baru saja terbit di atas cakrawala buatan Hab-Zone 12, salah satu area pemukiman padat di orbit rendah Bumi. Cahayanya menembus kubah transparan yang melindungi habitat ini, menyinari jalan-jalan sempit yang dipenuhi dengan struktur modular berlapis-lapis.
 
Zain membuka mata, mengerjap dalam cahaya redup apartemen kapsulnya. Ruangan seluas 10 meter persegi ini adalah rumah sekaligus tempat kerjanya. Ia meregangkan badan, hampir menyentuh dinding di kedua sisi.
 
"Selamat pagi, Zain," suara lembut AI personal miliknya, Nova, menyapa. "Anda memiliki 47 pesanan hari ini untuk dipenuhi."
 
Zain mengangguk, mulai mengaktifkan workstation holografiknya. Sebagai desainer virtual independen, ia membuat aset-aset digital untuk berbagai klien di seluruh sistem tata surya. Pekerjaan yang stabil, meski jauh dari glamor kehidupan di stasiun-stasiun mewah.
 
Saat ia mulai bekerja, suara ribut terdengar dari koridor di luar. Tetangganya, sebuah robot humanoid model lama bernama Rex-5, sedang berdebat dengan petugas maintenance habitat.
 
"Saya berhak atas upgrade, sesuai Undang-Undang Kesejahteraan AI !" Rex-5 bersikeras, suara logamnya bergetar.
 
"Maaf, tapi anggaran habitat tahun ini hanya mencukupi untuk pemeliharaan dasar," jawab si petugas, suaranya lelah namun simpatik.
 
Zain menghela napas. Meski AI telah mencapai singularitas dan membawa kemakmuran besar bagi umat manusia, distribusinya masih tidak merata. Hab-Zone seperti ini, yang dihuni oleh manusia kelas pekerja dan AI generasi lama, sering tertinggal dalam alokasi sumber daya.
 
Mengabaikan keributan di luar, Zain kembali fokus pada pekerjaannya. Ia mendesain lingkungan virtual untuk sebuah resort di Ganymede, menciptakan pemandangan eksotis yang tak pernah ia lihat secara langsung.
 
Saat matahari buatan mulai terbenam, Zain meregangkan tubuhnya yang kaku. 12 jam berlalu tanpa terasa. Nova muncul di sudut matanya, mengingatkan tentang jadwal makan dan istirahat.
 
"Terima kasih, Nova," Zain tersenyum lelah. Meski hanya sebuah AI, Nova adalah teman terdekatnya di habitat yang padat namun sering terasa sepi ini.
 
Zain melangkah keluar untuk makan malam di kafetaria komunal. Di sana, layar besar menayangkan berita tentang peluncuran ekspedisi antar-bintang terbaru. Zain memandangi gambar kapal luar angkasa mewah itu, bertanya-tanya seperti apa rasanya menjelajahi galaksi.
 
Kembali ke kapsulnya, Zain menatap keluar jendela kecil. Bumi yang biru terlihat di kejauhan, dikelilingi jejaring rumit stasiun luar angkasa dan satelit. Suatu hari, pikirnya, mungkin ia bisa mengunjungi planet asalnya itu.
 
Sebelum tidur, Zain mengecek saldo kreditnya. Masih jauh dari cukup untuk tiket ke Bumi, tapi lebih baik dari bulan lalu. Ia tersenyum kecil. Di dunia yang bergerak dengan kecepatan cahaya ini, kadang-kadang kemajuan kecil adalah sesuatu yang patut disyukuri.
 
"Selamat malam, Zain," Nova berbisik lembut saat lampu otomatis meredup.
 
"Selamat malam, Nova," Zain menjawab, memejamkan mata. Besok adalah hari baru, dengan kemungkinan baru. Di masa ini, bahkan dari sudut terkecil galaksi, mimpi masih bisa terbang tinggi.
 
 
 
 
Kepulauan Nusantara: Dari Laut ke Angkasa
 
1. Stasiun Borobudur
 
Di orbit geostasioner di atas bekas wilayah Indonesia, Stasiun Borobudur mengambang dengan megahnya. Struktur berbentuk stupa berlapis ini adalah pusat penelitian terraforming terkemuka, menerapkan pengetahuan kuno tentang keseimbangan alam dalam skala planetari.
 
Dr. Putri Kusuma, kepala ilmuwan stasiun, sedang memimpin proyek ambisius untuk menciptakan atmosfer buatan di Io, salah satu bulan Jupiter. "Nenek moyang kami membangun candi untuk menghormati alam," ujarnya. "Kami membangun dunia baru dengan semangat yang sama."
 
2. Kota Melayang Majapahit
 
Di ketinggian 50 km di atas Laut Jawa, Kota Melayang Majapahit adalah bukti kejayaan teknologi antigravitasi. Arsitekturnya menggabungkan unsur tradisional dengan bahan super-ringan modern, menciptakan pemandangan spektakuler pagoda dan menara yang seolah menari di udara.
 
Walikota Agung Wijaya dengan bangga menjelaskan, "Kami tidak lagi terbatas oleh tanah atau laut. Majapahit baru ini mewujudkan mimpi leluhur kami tentang kejayaan maritim, kali ini di lautan udara."
 
3. Sumatra Prime
 
Hutan hujan Sumatra kini bukan hanya paru-paru bumi, tapi juga 'otak' jaringan AI global. Pohon-pohon raksasa telah dimodifikasi secara genetik untuk menjadi bio-prosesor hidup, menggabungkan kecerdasan buatan dengan ekosistem alami.
 
"Kami tidak menebang hutan untuk membangun komputer," jelas Dr. Rafi Situmorang, ahli bio-informatika. "Kami menjadikan hutan itu sendiri sebagai superkomputer terbesar di tata surya."
 
4. Kawah Ijen Biru
 
Kawah Ijen yang terkenal dengan api birunya kini menjadi sumber energi plasma terbesar di Bumi. Teknologi quantum telah memungkinkan ekstraksi dan stabilisasi fenomena alam unik ini untuk menggerakkan armada antariksa.
 
"Nenek saya dulu adalah penambang belerang di sini," kenang Kapitana Dewi Sukarno, komandan armada eksplorasi Proxima Centauri. "Sekarang, api biru yang sama menggerakkan kapal kami melintasi bintang-bintang."
 
5. Taman Laut Raja Ampat Virtual
 
Raja Ampat, yang sempat terancam oleh perubahan iklim, kini diabadikan dalam simulasi virtual skala 1:1. Pengunjung dari seluruh galaksi dapat 'menyelam' di perairan jernih dan menjelajahi keindahan bawah laut yang telah direstorasi secara digital.
 
"Ini bukan sekadar museum digital," jelas Nn. Lani Wattimena, kurator taman laut virtual. "Ini adalah cetak biru untuk restorasi laut di planet-planet baru yang kita temui."
 
6. Akademi Diplomasi Jakarta
 
Jakarta, yang dulunya tenggelam akibat kenaikan permukaan laut, telah dibangkitkan kembali sebagai kota holografik terapung. Kini menjadi markas Akademi Diplomasi Intergalaksi, tempat para diplomat dari berbagai spesies belajar seni negosiasi dan resolusi konflik.
 
"Sejarah Indonesia yang kaya akan keragaman budaya menjadikan kami ahli dalam menjembatani perbedaan," ujar Rektor Akademi, Dr. Budi Santoso. "Sekarang, kami membawa keahlian itu ke skala kosmik."
 
7. Bengkel Angkasa Bandung
 
Kota Bandung yang terkenal dengan kreativitasnya telah berkembang menjadi pusat inovasi teknologi antariksa. Bengkel-bengkel angkasa di sini terkenal dapat memperbaiki apa saja, dari pod transportasi personal hingga kapal induk antarbintang.
 
"Dari dulu kami terkenal bisa membuat segala hal dari bahan seadanya," canda Ibu Siti Aisyah, kepala insinyur senior. "Sekarang, 'bahan seadanya' itu mencakup elemen-elemen dari seluruh tabel periodik yang diperluas."
 
Meskipun batas negara di Bumi telah lama pudar, semangat dan warisan budaya Indonesia terus hidup dan berkembang, kini menjangkau jauh ke bintang-bintang.
 
 

saving score / loading statistics ...